Blog berisi curhatan si lajang

Jumat, 30 November 2018

The Haunting of Hill House - Pendapat Pribadi

From Facebook Page

Seorang teman saya pernah nyeletuk bahwa cerita menjadi menarik ketika ada banyak hal yang diceritakan. Tidak hanya berfokus pada satu atau dua tokoh, tapi juga pada keluarganya dan orang-orang lain yang berinteraksi dengan para tokoh utamanya. Dan pendapatnya terbukti ketika saya menonton The Haunting of Hill House. Film serial ini diadaptasi dari buku yang berjudul sama, karya Shirley Jackson. 

Film drama horror ini berkisah tentang keluarga Crain, bapak dan ibu: Hugh and Olivia beserta  lima orang anaknya: Steven, Shirley (used as a tribute to the writer), Theodora dan kembar Nell serta Luke ke Hill House. Dari yang dipercakapkan oleh kedua orangtuanya, saya mengambil kesimpulan mereka akan menjual rumah tersebut setelah direnovasi. Yang tidak disangka oleh kedua orangtuanya adalah rumah tersebut parah banget kerusakannya. Untuk membantu pekerjaan rumah tangga sehari-hari, mereka memperkerjakan pasutri Dudley. 

Kesan yang saya dapat dari menonton film tentang keluarga ini adalah:

1. Too good to be true
Setiap keluarga pasti menginginkan rumah yang nyaman atau setidaknya dapat memberikan keuntungan secara finansial. Perkiraan saya, rumah ini diperoleh dengan harga murah. Dan kedua suami istri mengira mereka dapat merenovasinya untuk dijual lebih mahal. Secara ini rumah besar banget dan masih banyak barang-barang dari penghuni sebelumnya yang telah meninggal. Meninggalnya karena apa, well silahkan ditonton filmnya. Pastinya rumah tersebut lama tidak dihuni dan akibatnya banyak kerusakan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Kerusakan yang memang secara fisik dan tentu saja karena efek supranatural dari rumah tersebut.
Intinya, membeli rumah idaman yang sesuai keinginan, besar, bagus, tapi lokasi dekat hutan, jauh dari penduduk lain, dan sudah lama gak dihuni plus harga murah... mendingan curiga lah yaaa...

Plus, dalam rumah tersebut ada satu ruangan yang ceritanya tidak bisa dimasuki siapapun. Sudah dicoba untuk didobrak, dengan master key yang mestinya bisa membuka semua pintu kamar kecuali satu. The one with the red door, often called THE RED ROOM.


2. Ignorance
Apakah ini salah Hugh seorang sebagai kepala keluarga? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Saya bisa menempatkan diri sih kalau berada dalam posisinya dia. Dia terlalu ingin agar semua berjalan dengan baik sehingga cenderung menganggap hal-hal yang dirasakan anaknya bukan hal yang serius.

QUOTED:
Nell: How long we have to stay in this house, daddy?
Luke: This house is bad daddy

Plus, ia memperkerjakan pasutri Dudley yang menolak untuk berada di dalam rumah begitu hari gelap. Ini saja mestinya sudah pertanda ada sesuatu yang aneh di rumah tersebut. 
Hingga akhirnya ia harus menghadapi kenyataan bahwa istrinya butuh lebih dari sekedar refreshing keluar dari rumah tapi semuanya sudah terlambat. 

Lalu salah si ibu? Justru di sini saya melihat, Olivia adalah ibu yang sangat sayang pada anak-anaknya tapi kurang diperhatikan. Ia ingin yang terbaik (bukankah semua ibu seperti itu?) bagi mereka, sehingga ia menjadi sasaran empuk bagi kekuatan jahat di rumah tersebut. Ia dipengaruhi, bagaimana anak-anaknya bisa bertahan hidup di luar sana? Bagaimana jika mereka meninggal akibat ia tidak mampu menjaga sebaik mungkin? Bahkan ketika ia menceritakan mimpi tersebut pada suaminya, ia hanya dianggap terlalu lelah karena masalah renovasi rumah. Ia tidak punya teman untuk berbincang, dan mungkin ia terlalu enggan untuk mengakui pada pengurus rumah bahwa memang ada yang salah di rumah tersebut.

Mrs. Dudley: This house is different in the dark. 


Saya kutip juga percakapan menarik antara Hugh dan Olivia:


Olivia: You took them from me, and you hurt them, and they suffered
Hugh: They did.They all do, even if they broken, or addicted or joyless,even if they die we have to watch them because we are parents
And that's the deal we made, whatever that life is
Olivia: In here nothing bad will touch them
Hugh: Nothing good will either



3. Berdoa
Keluarga Crain diceritakan bukan keluarga yang religious, walau mereka memberikan semua pendidikan tentang agama manapun pada anak mereka. Mereka tidak ingin anak-anak suatu hari nanti dipengaruhi orang lain tentang bagaimana menjalani hidup. Mereka lebih mengedepankan logika dan tentunya tidak percaya pada hal-hal yang supranatural.
Sementara keluarga Dudley justru religius banget dan mereka percaya kepercayaan itu yang membuat mereka bisa menghadapi hal-hal yang diluar akal sehat. Plus dengan cara menghindari rumah tersebut di malam hari.
Mrs. Dudley yang pertama melihat kalau Olivia mulai tidak sehat, baik secara fisik dan pikiran. Ia pun menyarankan agar Olivia berlibur dan lebih cepat ia pergi dari rumah itu akan lebih baik. 
Mrs Dudley: I know prayer is not your thing, but I will pray for you and your family

So sweet... walau sayangnya sudah terlalu terlambat.


4. Berbohong
Setelah kejadian yang memaksa Hugh membawa lari anak-anaknya dari rumah tersebut, ia memutuskan anak-anak dan seluruh dunia tidak perlu tahu kejadian sebenarnya. Yang tahu hanya dirinya dan keluarga Dudley apa yang sebenarnya terjadi di rumah tersebut.

Apa yang dianggap terbaik oleh Hugh tentu saja tidak bagi anak-anaknya dan efeknya beragam. Masing-masing punya cara (buruk) untuk menghadapi trauma tersebut. Steven dan Shirley sebagai yang paling tua percaya bahwa dalam keluarga mereka ada turunan penyakit mental. Steven bahkan tidak ingin punya anak agar tidak mewariskan penyakit tersebut pada keturunannya. Shirley anak kedua menjadi semacam control freak, ia ingin semuanya berjalan lancar dan akan melakukan apa saja untuk yang ia yakini benar. Theodora bahkan tidak ingin membiarkan dirinya dekat dengan siapapun. Terlebih ia mempunyai kemampuan untuk melihat apa yang dirasakan dan nasib buruk apa yang akan terjadi jika ia menyentuh orang tersebut. Luke menjadi pecandu narkoba untuk menghilangkan stress akibat pengalaman buruk masa kecilnya dan Nell juga menjadi pribadi yang ringkih. Sejak sering melihat hantu yang ia sebut The Bend-Neck Lady, sesekali ia  mengalami situasi lumpuh tidak bisa bergerak. Dan biasanya hal tersebut akan diikuti dengan kejadian yang menakutkan.

Namun mereka semua menyalahkan sang ayah yang menolak membicarakan hal sebenarnya. Akibatnya hubungan mereka menjadi tidak dekat.

Anak Shirley bahkan bertanya: Are you really my grandpa? How come we have never met you?

Ouch...

It's sad being Hugh, being grown ups. Karena memang pada akhirnya ada hal-hal yang tidak bisa diceritakan...


5. Move on
No spoiler tapi bisa gue ceritakan ya kalau film ini ada happy ending juga. Anak-anak tersebut akhirnya menghadapi masa lalu mereka, ketakutan mereka, dan membuang dinding tinggi yang mereka bangun untuk melindungi diri sendiri. Mereka berusaha saling hadir untuk satu sama lain, seperti yang diharapkan oleh sang ayah. 

Hugh: Be kind to each other, if nothing else ... be kind. 


Jadi film ini gak serem? Serem dong... tapi sebenarnya drama keluarga lebih mendominasi film ini, IMHO. Jump scare sih ada, tapi sebenarnya gak banyak. Tapi memang sekalinya nongol dijamin bakal bikin kaget. Dan saking banyaknya hantu di film ini, bahkan ada yang sampai tidak terlihat... (ini hasil menonton review di youtube). Kalaupun terlihat, oleh sang tokoh dan penonton, kita bahkan tidak sadar kalau itu hantu. Cerita tentang harapan, mimpi, kedukaan, kehilangan, penyesalan dan melanjutkan hidup. 

Journey don't end, not if you loves someone....Quoted from Olivia.

3 komentar:

  1. Aku jadi penasaraaan dan pengen nonton Mba. Horor-horor seruuu gituuu kan yaa

    BalasHapus
  2. Wah kok seruuuu lo dapat insights segitu kerennya dari film horor hahhaha.. saran gw cuma satu, sering2lah bikin review ��

    BalasHapus

Thank you for reading and comments.
Comments will be screened first.

Ria's Been Here

Ria Tumimomor’s Travel Map

Ria Tumimomor has been to: France, Germany, Indonesia, Italy, Netherlands, Singapore, South Korea, Switzerland.
Get your own travel map from Matador Network.