Blog berisi curhatan si lajang

Jumat, 18 Maret 2016

Suara Pengguna Kendaraan Online




Beberapa hari lalu, seperti yang terlihat dari video Net TV, para supir taksi demo di Balai Kota Jakarta meminta penutupan taksi berbasis aplikasi online seperti Grab Car dan Uber Car. Kenapa sebegitu hebohnya saya jadi ingin membahas dari sudut pandang sebagai pengguna angkutan umum dan yang berbasis aplikasi online.

Disebutkan kalau kendaraan berbasis aplikasi online ini  tidak mempunyai izin operasi sebagai transportasi umum menurut ketentuan PP 74  Tahun 2014 Pasal 29 ayat 2 Kepmenhub 35/2003. 
Yang saya jadi agak bingung, kenapa dibolehkan dari pertama? Bukankah untuk beroperasi yang urusannya dengan masyarakat harus lewat ijin resmi atau bagaimana kek? Kalau soal mereka tidak bayar pajak pada negara, ya itu memang benar sih jadi melanggar. Makanya, kenapa sedari awal tidak diurus atau bagaimana deh. Mungkin jadi tidak bisa beroperasi dengan cepat, tapi kalau bisa langsung beroperasi dengan cepat setelah itu jadi masalah... cape dheee...



Lalu katanya tidak bisa dijamin keamanannya.
Ada benarnya juga setelah beberapa kasus terjadi dan yang paling gres adalah:
Kasus pelecehan seksual Gojek - sumber situs CNN

Kendaraan umum online ini mungkin bukan satu-satunya yang rentan perampokan. Dulu sebelum ada aplikasi online, pasti sering dengar istilah omprengan. Mobil pribadi yang digunakan untuk mengangkut penumpang juga sama kasusnya. Biasanya mereka mangkal alias ngetem di tempat-tempat tertentu untuk mengangkut para penumpang yang dari rumah ke kantor jaraknya buset pake deh. Sudah ongkosnya lebih murah, tempat duduk pasti dapat (ya iyalah, mobil pribadi gitu loh) dan AC poll plus nyaman. Sempat heboh ketika ada perampokan dalam kendaraan omprengan tersebut.  Entah mereka masih ada atau tidak sejak kehadiran kendaraan dengan aplikasi online. 

Ngomong-ngomong memangnya naik taksi dan angkot lainnya itu dijamin bakal aman damai? Gak usah ngomong perampokan, saya yakin yang pengguna mikrolet serta bus setiap hari bisa jadi deg-degan kalau ada pengamen naik. Sudah maksa dan kalau dikasih RP. 500,- bisa mengamuk. Belum lagi dengan ditambahkan kata-kata,"Kami baru keluar dari penjara ya bapak dan ibu. Seribu atau dua ribu tidak akan membuat anda miskin."
Jadi kebayang gondoknya menghadapi mereka yang meminta paksa, mengancam eh ada acara penentuan tarif? Belum lagi kecopetan, kena todong dan apa ada gitu penumpang lain yang berani menolong? Supirnya lebih tidak berani lagi karena mereka lewat rute yang sama setiap hari.
Mengingatkan kasus perampokan dalam mikrolet yang akhirnya mengharuskan para pengemudi agar tidak menggunakan kaca gelap. Ternyata sama juga ya tidak amannya antara naik Taksi Uber dan angkot?


Di dalam bus yang sedang tidak dalam keadaaan ramai 


Terus armada online ini kan sering perang tarif, naik turun harga seenaknya mereka. Sementara kendaraan umum biasa mana bisa seperti itu.
Ehm, saya pribadi jelas memilih yang murah dan saya sadar dengan semua resikonya. Bayar mahal aja masih ada resiko tentu saja bayar murah pasti ada dong. Resikonya? Saya sebutin antara lain:
Dapat pengemudi yang kualitas rendah alias gak ada etika, gak tahu jalan, tidak sopan, melanggar peraturan and so on.
Gak ada jaminan keamanan karena well siapa yang mau tahu isi hati orang kalau kepepet terus melakukan hal-hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan?


Gak tahu deh nih mikrolet masih rame gak sama dekorasinya


Soal tarif, anggap saja tidak terjadi perang tarif seperti sekarang. Saya pernah nih naik mikrolet dan langsung duduk di sebelah supir, berusaha mencari aman. Walau jelas belum tentu juga sih. Lalu mengobrol deh kami berdua dan seorang penumpang lain hingga akhirnya soal ojek online. Dia jelas mengeluhkah pemasukan yang berkurang sejak ada mereka. Saya bilang, kami yang para penumpang ini merasa terbantu. APALAGI YANG DODOL NAWAR kayak saya. Saya sering banget dikerjain tukang ojek dengan harga yang buset padahal sebenarnya bisa gak semahal itu. Ojek online langsung menghitung tarif berdasarkan jarak jadi penumpang membayar sesuai yang tertera saja. Gak pake capek dan berbusa tawar sana sini. Mingkem deh si bapak supir, atau dia khawatir saya bakal turun dari mikroletnya. 

Juga soal tarif, di postingan beberapa waktu lalu saya pernah mengeluhkan tarif minimal taksi. Yang kalau dipesan via telephone dan aplikasi ada tarif minimal Rp 40.000,- Asal tahu saja, jika naik Uber Taxi tidak ada tarif minimal. Kalau yang tertera hanya Rp. 15.000,- ya udah bayar deh sebesar tarif itu. 



Sekarang mari kita membicarakan soal angkutan umum lainnya yang (baca: TERPAKSA PAKE BANGET) saya gunakan setiap hari yaitu busway. Ya Tuhan, saya merasa jadi orang paling jahat sedunia setiap kali masuk ke dalam angkutan umum yang satu itu. Saya harus mendorong karena terdorong dari belakang, saya harus menyalip penumpang lain hanya demi mendapat tempat untuk berdiri dan pegangan, saya terkadang tutup mata kalau ada penumpang yang sebenarnya lebih butuh tempat duduk and so on. Terus, apa angkutan yang satu ini datang tepat waktu? Bersih? Dijamin tidak mogok? Atau dijamin gak terbakar pas lagi beroperasi? Saya tinggal di area yang busway masih menggunakan bus lama. Bus abu-abu yang AC-nya gak jelas antara hidup dan mati. Bangku yang sudah tidak nyaman digunakan. Dan datang apa tidak hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Kalaupun lewat, sudah terlalu penuh sampai saya serta penumpang lain tidak bisa masuk kecuali badannya bisa mengecil atau gepeng sendiri. 




Taksi dan ojek online? Tinggal pastikan masih punya kuota data, buat order, menunggu dihubungi atau kita saja yang menghubungi, gak pake lama mereka sudah datang. 

Tidak seru kalau tidak ngomongin Metromini dan Kopaja. Wah...ini buat yang punya adrenalin tinggi. Gak usah repot-repot mendaki gunung, car racing, atau ikut acara reality show yang membentak-bentak  pesertanya. Ada semua! Saya pernah naik Kopaja yang mungkin keneknya menderita stress karena sepanjang perjalanan ia terus-terusan membentak para penumpang. Yang naiknya atau turun kelamaan lah. Yang gak mau masuk ke dalam supaya penumpang yang baru naik bisa masuk lah. Gila deh... Saya dan penumpang lain yang juga ibu-ibu menarik napas lega begitu kami sukses turun tanpa cedera. Supirnya? Syukur-syukur kalau cukup umur dan punya rasa sensitif sama penumpang dengan tidak ngebut. Iya, tahu deh lagi menguber setoran tapi kalau kami tewas semua sekalian beserta kamu, setoran apalagi yang bisa diberikan bagi keluarga? Dan di mana yang paling banyak tukang todong yang sering menggunakan kata-kata rasis? Metromini dan juga Kopaja tempatnya. Di bus juga ada tapi yang paling parah di kedua angkot yang saya sebutkan sebelumnya. Entah karena jalan keluarnya lebih sempit sehingga menyulitkan penumpang kalau mau menyelamatkan diri yang membuat mereka jadi banyak beredar di sana. 

Sebelum saya tambah panjang curhatannya, lebih baik saya stop di sini. Saya sih lebih senang menggunakan kendaraan berbasis aplikasi online kalau ada duit. Iyalah, biar bagaimanapun angkutan umum resmi masih lebih murah daripada mereka. Dan hanya bisa pasrah kalau pemerintah memutuskan untuk meniadakan angkutan berbasis aplikasi online. Namanya juga rakyat ya harus mematuhi apapun keputusan pemerintah. Tapi inilah pengalaman saya sepanjang nyaris 20 tahun menggunakan kendaraan umum. Dan bahkan curhat saya belum meliputi pengalaman naik KRL

Mohon kualitas angkutan umum yang tidak menggunakan aplikasi online ditingkatkan. Terima kasih bagi yang sudah bersedia membaca. Yang mau ikutan curhat juga dipersilahkan...

*updated tanggal 23 Maret 2016 setelah demo taksi tanggal 22 Maret 2016 sempat rusuh di sini serta ulasan menarik di sini

17 komentar:

  1. Mbak ria...krl mana krl wkwk..,ini lebi syadis sih klo pas office hour, sampe trauma dibuatnya

    Pengamen di bus tu malesin klo isi lagunya nyindir nyindir, huuuuft klo ga dikatain pelit ya terpaksa ngasih juga, dan menjadikan naek busnya lebih murah ketimbang bayar pengamennya

    Buswey.,,haha ini juga bikin jengkel ni , klo pas desek desekan di halte, trus bisnya dateng, langsung serbu...kudu tahan banting emang pengguna transportasi macem ini...

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah itu dia dek... aku gak punya fotonya krn kebetulan jrg naik. tp pernah sih naik pas rush hour, buset... mengerikan banget penuhnya...
      Iya, apalagi pengamen suka nyindir yg pura2 tidur... Kl gue terpaksa menengok, memandang lalu menggeleng... katanya gak sopan kl nyuekin pengamen :)))))

      Hapus
  2. Omaigaaat bunda Ria, wakakaka... Itu bener-bener perjuangan hidup susah mati jelas ogah ya pakai kendaraan umum di Jakarta >.< Ojek2 itu emang nampol banget harganya, ipar gw sekarang keenakan pakai gojek. Sejauh ini masih gojek is the best. Semoga nanti penyelesaiannya enggak merugikan pengguna deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. omaigaaat tante, saya jangan dipanggil bunda dong... setiap kali udah duduk saya masih diusir loh utk memberi tempat duduk sm yg bunda beneran dan calon bunda. padahal ada ABG depan saya yg aman damai ngorok smp tempat tujuan. Semoga penyelesaiannya enak untuk setiap pihak (gak mungkin ya?)

      Hapus
  3. iya bener banget. Aku pernah berantem sama bajaj gara2 si tukang bajaj minta 50.000 buat jarak yang biasa aku tempuh cuma gara2 si tukang bajaj ngerasa dia dah antri di antrian bajaj dari pagi buat dapat penumpang dan nggak mau kalo cuma dibayar 20.000....huff... belagu banget. Sejak ada gojek, aku nggak pernah lagi naik bajaj. Jadi kalo liat bajaj bengong di antrian aku malah diam2 sukurin... "sukur, belagu sih elo dulu ama gue." hahahha (ketawa devil)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehhhh, sama jeung! aku juga pernah kayak gitu. AKhirnya jalan bentar dapapat bajaj di jalan yg jaraknya cuman 5 menit jalan dan harganya lebih sesuai sma jarak

      Hapus
  4. hahaha, naik yang umum2 emang kadang bikin sadis Mb, meski agak murah sih

    BalasHapus
    Balasan
    1. jauh lebbih murah. KRL sekitar Rp 2.000,- kl busway tarif segitu utk pagi smp jam 7. Selebihnya 3500. Bus serta kopaja dan metromini sdh 4000... Mikrolet jg ada tarif sesuai jarak...

      Hapus
  5. wah aku mbayanginnya emang super duper riweuh banget ya mba, sikon jalanan ibukota yang serba crowded. Pernah sekali dolan ke jakarta, langsung pening hehehe gak biasa dengan noisy atau kebisingannya..hehehe

    BalasHapus
  6. I feel you Mbak :D tapi untung sekarang sudah naik motor sendiri, secara kota saya mah kecil jadi gampang ke mana-mana kalau naik motor sendiri.

    BalasHapus
  7. jadi inget masa2 perjuangan pas msh naik angkutan umum :D.. cuma KRL aja yg aku ga prnh naikin krn serem ;p. skr sih aku lbh suka byr supir harian, tapi kalo supirnya lg ada kerjaan lain, biasanya naik si burung biru krn kantor yg bayarin kalo memang kebetulan on duty di kantor cabang yg jauh.. Alternatif paliiiing trakhir yg aku naikin, itu baru gojek :D. Lain2nya aku ga berani mbak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahahahha, iya skrg memang tambah serem naik angkot di jakarta. dulu paling sesekali ada berita perampokan sekarang tettep jd was2 krn ygg rampok makin ganas

      Hapus
  8. pada akhirnya yang menentukan bisnis berjalan atau nggak ya konsumennya, kalo konsumen masih banyak yang pake, para taksi2 online itu g akan tutup, uyeee

    BalasHapus
  9. Orang paling kejam sedunia...haha...been there done that....Gimana ngga mau ndorong, hukum fisika gitu ya....
    Lagi hukum ekonomi berlaku, kecuali pemerintah ikut campur.

    BalasHapus
  10. saya belum pernah naik angkutan yg berbasis apps, hehe, maklum dulu tinggal di cikarang skrng di sampit. dulu seringnya pake bus umum, damri, atau taksi. paling gak suka kalo kebetulan terpaksa harus pakai taksi tarif bawah karena blubird gak mau nrima saya pas bilang tujuan hikss.. semoga cepet beres lah ya mba ini rusuhnya, jadi serem mau naik taksi lagi

    BalasHapus
  11. Ya ALLOH sampek kaya gitu yaaaa.... sampek dorong mendorong...

    BalasHapus

Thank you for reading and comments.
Comments will be screened first.

Ria's Been Here

Ria Tumimomor’s Travel Map

Ria Tumimomor has been to: France, Germany, Indonesia, Italy, Netherlands, Singapore, South Korea, Switzerland.
Get your own travel map from Matador Network.