Blog berisi curhatan si lajang

Jumat, 07 Juni 2013

Writing Clinic With Femina

Bagaimana rasanya bangun pagi di hari Sabtu seolah gue hendak berangkat kerja di hari pertama bulan Juni? Semangaaaat. Why? Karena gue dan Nastiti serta Winda Krisnadefa mendapat kabar dari Femina kalau kita termasuk para peserta Writing Clinic. Diinformasikan kalau dress code (what? Ada dress code?) untuk acara tanggal 1 Juni 2013 itu adalah: blues dan jeans. Registrasi dimulai jam 08.30 dengan pembicara mbak Leila S. Chudori serta Iwan Setyawan. Lokasi Writing Clinic di gedung Femina. Okeh. Siap berangkat.

Pagi-pagi sampai disana ternyata sudah ada Winda dan akhirnya disusul dengan Nastiti. Lalu nongol Vira dan juga para emak dari Emak Blogger. Wah, ramai nih. Jadi sekalian acara ketemuan dengan para anggota komunitas online. Biasanya hanya tau muka dari foto di Facebook ataupun celoteh di akun twitter.



Setelah mengunyah snack sebelum acara dimulai (lumayan, gue udah laper lagi soalnye), gue dan the gals of Kampung Fiksi memilih tempat duduk di depan. Dan acara dimulai dengan ucapan selamat datang dari Femina lalu mbak Leila S. Chudori membagi kami tips menulis dan bagaimana sebaiknya jadi penulis. Bakat menurutnya bukan hal yang utama. Yang perlu dilakukan para calon penulis berbakat banget ataupun berbakat sedikit adalah kerja keras. Mesti rajin latihan, rajin baca, diskusi dengan sesama pembaca, meningkatkan teknis menulis. Tema gak penting. Tapi kemampuan mengeksekusi cerita yang penting. Bagaimana menjadi storyteller agar certa menjadi menarik. Winda kebagian bertanya (sekalian memperkenalkan diri kalau komunitas Kampung Fiksi turut hadir sebagai peserta) pada mbak Leila mengenai proses setelah tulisan selesai. Dan ternyata prosesnya masih panjang. Termasuk baca ulang, meminta tolong orang lain untuk turut membaca, revisi, edit, baca ulang lagi. Bisa ada banyak draft untuk satu bab saja. Mbak Leila bilang, dia butuh 6 tahun lho untuk menyelesaikan novelnya yang berjudul “Pulang”. Glek. Lama ya. Menurut mbak Leila, kalau settingnya di masa lampau maka riset lewat internet gak bakal cukup. Kudu ke perpustakaan juga dan cari buku-buku referensi. Singkatnya, there is no easy road to success. Karena banyak banget yang bertanya sementara waktunya tidak cukup, maka mbak Leila menawarkan kesempatan kalau mau bertanya langsung seusai acara di bolehin banget.

Sebagai salah satu juri dalam lomba cerber Femina, maka mbak Leila juga memberikan speech. Antara lain beliau menjabarkan apa sih yang jadi faktor penentu naskah pemenang lomba cerber? Menurut mbak Leila, walau cerita dari para pemenang dengan setting daerah-daerah di Indonesia tapi bukan ini yang menjadi faktor utama. Tetap kemampuan bercerita dari para kontestan inilah yang menentukan. Poin plus lainnya adalah, walau ceritanya sebenarnya suram tapi ada unsur komedi yang masuk di dalam cerita tersebut. Mendengar ini semua, gue jadi inget naskah yang pernah diikutkan ke lomba cerber sebelumnya dan bueeeeh, jadi malu banget…

Sehabis berbagi tips menulis, Iwan Setyawan berbagi cerita sedikit mengenai kisah hidupnya. Bahwa dia dulu tidak suka membaca buku. Dan baru tergerak setelah membaca novel JD Salinger. Sepulangnya ke Indonesia, Iwan mencoba menulis halaman pertama dan dengan jujur, dia mengaku kalau dia gak suka banget sama tulisannya. Lucunya pas bukunya udah terbit, ada yang komen ke dia kalau diksinya kurang. Dan dia malah balik nanya: apa’an tuh? Hahahahaha… Mengapa Iwan menuliskan kisah hidupnya? Ia ingin memperlihatkan pada para keponakannya bahwa hidup itu memang penuh perjuangan. Bahwa pekerjaan yang ia tekuni sebelumnya tidak datang begitu saja padanya. Dan sekarang, Iwan berharap agar buku-bukunya bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Ingin agar bisa menyentuh hati banyak orang yang membaca dan termasuk ibunya. Ia menghimbau para peserta Writing Clinic agar membuat hidup diri sendiri dan orang lebih bermakna. Ya, termasuk menulis ini. Ngomong-ngomong, kesan yang gue dapat di foto dalam buku 9 Summers 10 Autumn itu kesannya serius banget yah. Pas melihat penulisnya secara langsung, waduh orangnya heboh banget!

Acara selesai sekitar jam 1 siang dan baru benar-benar usai setelah acara makan siang bersama. Thank you banget untuk majalah Femina dan para kru yang udah menjadi penyelenggara acara keren ini. Thank you juga untuk pembicaranya: mbak Leila S. Chudori serta Iwan Setyawan. Both of you really are inspiring!

1 komentar:

  1. Uhuiy... Lain kali ada acara workshop moga2 gw bisa ikutan \0/

    BalasHapus

Thank you for reading and comments.
Comments will be screened first.

Ria's Been Here

Ria Tumimomor’s Travel Map

Ria Tumimomor has been to: France, Germany, Indonesia, Italy, Netherlands, Singapore, South Korea, Switzerland.
Get your own travel map from Matador Network.