Dapat Angpao, uhuy! |
Jujur, selama ini saya hanya ikut senang-senang saja ketika hari raya Imlek. Senang-senang dalam hal mendapat angpao dari atasan, dapat kue keranjang dan jeruk untuk orangtua saya di rumah. Saya melihat perayaan Imlek, sama seperti acara tahun baru yang lalu di keluarga besar orangtua saya. Di mana para anggota keluarga berkumpul di rumah orangtua, atau saudara yang tertua. Makan-makan, ngobrol (ujung-ujungnya jadi penderitaan buat si lajang karena terusss di-bully kapan oh kapan kamu kawin and so on), lalu menjelang tengah malam berdoa bersama, menyambut tahun baru. Acara mengobrol biasanya lanjut sampai pagi, yang tadi mukanya agak ketekuk sudah mulai luwes (setelah senam muka) dan suasananya lebih tenang. Mengapa tidak? Hari yang baru telah tiba dan mari lupakan yang sudah lewat dan menyambut hari-hari di depan. Jadi, bukankah inti perayaan tahun baru setiap tanggal 1 Januari dan perayaan Imlek kurang lebih sama?
Lalu saya mulai membandingkan kebiasaan menjelang tahun baru di rumah orangtua dengan beberapa teman saya yang merayakan Imlek. Menurut orangtua teman saya tersebut, Imlek adalah bagian dari tradisi yang harus dilestarikan dan diteruskan ke generasi berikut dan berikutnya lagi.